Tuesday, August 26, 2014

04. Pendekar Potehi itu telah Pergi



Tulisan ini telah dimuat di Majalah Paduan - Edisi 10 Tahun 2012.  Saya tampilkan kembali di sini untuk mengenang kepergian - sang Pendekar Potehi yang meninggal dunia  pada hari Rabu 20 Agustus 2014. 


Tio Tiong Gie pertahankan Potehi




Telah tiga tahun terakhir ini saya bertemu beliau dalam acara rutin tahunan Pementasan Wayang Potehi. Pada Perayaan Tahunan Bulan 6 Imlek – di Kelenteng Tien Kok Sie - Pasar Gede - Solo  selalu diadakan Pementasan Wayang Potehi selama 10 hari dan tiga tahun terakhir ini saya selalu hadir di sana.

Tio Tiong Gie adalah seorang Dalang Wayang Potehi paling senior yang masih tersisa saat ini – akibat dari pemasungan Budaya Tionghoa selama 32 tahun pada masa Orde Baru. Kini di Era Reformasi – dimana Budaya Tionghoa tak lagi dikekang – dengan tertatih Tio Tiong Gie berusaha bangkit kembali.

Namun Tio Tiong Gie tak lagi muda. Usianya kini telah mendekati delapan puluh tahun. Ia pun telah terlihat renta – walau pun raut wajahnya masih nampak tegas menyiratkan semangatnya yang kuat. Ada ketegaran dalam sorot matanya.  Ketegaran untuk terus mempertahankan Potehi – sebuah Seni Budaya yang telah menyatu dengan dirinya.

Kesenian Wayang Potehi telah berumur hampir 2000 tahun. Kesenian ini telah ada sejak Tiongkok berada di bawah Pemerintahan Dinasti Jin  (245 – 420M)  – dan kesenian Wayang Potehi ini berkembang sangat pesat pada masa Pemerintahan Dinasti Sung (960 – 1279M).

Kata Potehi sendiri berasal dari kata Po – Kain, Te – Kantong  dan Hi – Wayang. Jadi arti keseluruhannya adalah Wayang dari Kantung Kain.

Tio Tiong Gie  memang sangat piawai memainkan Wayang Potehi ini. Ketika saya berbincang dengannya dalam satu sesi wawancara – suaranya terdengar biasa saja.  Tetapi begitu ia duduk di bilik tempat ia memainkan Potehi-nya, dan mulai mendalang – terdengarlah suaranya dalam Bahasa Hokkian, Indonesia dan bahkan sedikit Bahasa Jawa yang menggelegar. Begitu mantap.  Suara dari seorang Dalang yang memang telah sangat piawai. 



Malam itu ia mementaskan sebuah episode dari cerita kepahlawanan Sin Jin Kui – sebuah cerita yang sering dipentaskan dalam  Pagelaran Wayang Potehi.  Memang selama 3 tahun terakhir ini – cerita Sin Jin Kui  inilah yang selalu dipentaskannya.  Cerita Sin Jin Kui banyak digemari – tetapi episodenya sangat panjang – hingga tak juga kunjung selesai dalam 3 tahun pementasan selama 10 hari tiap kali.  Walau pun demikian – karena episodenya selalu berbeda – hal ini tidak menjadi masalah.

Lahir di Demak pada tahun 1933, Tio Tiong Gie pada masa kecilnya mengalami banyak penderitaan.  Pada waktu ia berusia 9 tahun – rumah keluarganya di Demak dirampok, dijarah habis – hingga keluarganya jatuh miskin. Kemudian – mereka pun hijrah ke Semarang.

Ketika beranjak dewasa – Tio bertemu dengan seorang Dalang Wayang Potehi mumpuni bernama Oey Sing Tjay – yang kemudian menjadi gurunya. Melihat bakat terpendam dalam diri TioOey melepas Tio untuk memainkan Wayang Potehi sendiri pertama kali pada usia 25 tahun dalam pementasan di Cianjur.

Sejak saat itu – Potehi pun menjadi bagian tak terpisahkan dari hidup Tio. Sayang – baru 7 tahun membina karir – Indonesia masuk dalam masa pemerintahan Rezim Orde Baru yang tanpa hati memasung habis seluruh aspek Budaya Tionghoa di Indonesia. Namun Tio tetap bertahan.

Tio  tetap menjalani profesi sebagai Dalang Wayang Potehi dengan segala keterbatasan dan pembatasan kala itu. Untuk bertahan hidup – bersama isterinya alm Hoo Sian Nio dan ke  7 anak mereka – Tio membuka sebuah bengkel las untuk menunjang ekonomi keluarga. Namun – Potehi tetap ditekuninya sebagai bagian dari dirinya. 

Tak satu –pun dari ke 7 anak Tio yang mewarisi profesi Tio sebagai seorang Dalang Wayang Potehi.  Satu-satunya harapan baginya agar Seni Potehi ini tetap berlanjut – ia letakkan kini di pundak Asisten-nya. Namun asisten-nya pun tak lagi muda. Karenanya Tio sempat berujar bahwa ia akan terus main Wayang Potehi sampai mati.

Dalam bilik yang sempit – tiap kali pementasan – berjejallah  Tio  dengan asisten -   dan para pemain musiknya.  Bagi Tio – inilah tempat - dunia yang ditekuninya – dunia yang dicintainya – tempat ia meng-ekspresikan keseluruhan dirinya. Kalau sudah begini – tiada hal lain apa pun yang dipikirkannya.  Seluruh dirinya hanya tertuju total pada apa yang dilakukannya saat itu.  Memang demikianlah adanya seorang seniman sejati. Seorang seniman sejati  melebur dalam buah karyanya karena dirinya telah menyatu dengan apa yang dilakukannya.  Disitulah perbedaan besar antara seorang seniman sejati dengan orang kebanyakan yang berkarya demi imbalan materi.

Penghargaan sebagai seorang Dalang Potehi piawai telah banyak diterimanya dari berbagai kalangan. Namun – satu penghargaan besar yang bukan berupa materi datang dari Ensiklopedia Orang-orang Tionghoa Perantauan – The Encyclopedia of Overseas Chinese – yang mencantumkan namanya di antara 4 nama Orang Tionghoa yang dianggap berjasa besar dalam bidang Budaya. Penghargaan ini memang bukan dalam bentuk materi – tapi ini jelas menunjukkan penghargaan pada kualitas manusia Tio Tiong Gie – penghargaan pada Prinsip Hidup Tio



 

Usai melakukan sesi wawancara – saya pun bangkit dan merangkapkan ke dua tangan – saya melakukan Pai – satu cara menghormat ala Tionghoa - dari yang lebih muda kepada yang lebih tua.  Dari yang lebih muda kepada yang di tua-kan.

Bunsu Tio – demikian saya memanggil beliau. Bunsu adalah sebutan bagi seorang Pendeta Muda Agama Khong Hu Cu dalam dialek Hokkian.

Bagi saya – Bunsu Tio adalah sosok yang langka. Ia manusia yang memegang Prinsip Hidup – yang tak mau tunduk pada pragmatisme sesaat.  Ia seperti almarhum ayah saya – yang juga selalu menjaga dan memegang kuat Prinsip Hidup Lurus – dan tak mau terperosok dalam pragmatisme demi sukses materi. Tio Tiong Gie bersekolah di Sekolah Tionghoa dan beragama Khong Hu Cu. Ayah saya berpendidikan Belanda dan seorang Nasrani.  Tapi perbedaan itu tidaklah penting. Bagi saya – yang patut dihormati dari keduanya adalah keduanya memegang Prinsip Hidup yang sama – Prinsip Hidup Lurus dan tak berkelok demi pragmatisme semata.  

Tak banyak lagi sosok seperti beliau. Dan karena itulah saya sangat menghormatinya. Sebenarnya – terutama bukan karena ia seorang Dalang Wayang Potehi Senior – tetapi saya menghormatinya lebih karena ia sosok yang setia dan memegang teguh apa yang diyakininya. Ia teguh memegang Prinsip Hidupnya.  Itulah Tio Tiong Gie.  Tio Tiong Gie yang terus mempertahankan Potehi!


Thursday, February 27, 2014

03. Sakura Hana


Sakura Hana. Bunga Sakura. Bunga Musim Semi. Nama Sakura dalam Bahasa Jepang berasal dari kata Saku yang berarti Mekar. Ra adalah bentuk jamaknya. Jadi Sakura itu artinya – Mekar Bersamaan. Mekar Bersama-Sama. Memang salahsatu keunikan bunga Sakura adalah bahwa ketika mekar – mereka mekar bersamaan.

Hampir tiap hari aku melewati taman Yotsuya dalam perjalanan pulang pergi dari Asramaku di Yotsuya – di Jantung kota Tokyo - ke Kampus Ichigaya dimana aku bertugas belajar – yang berjarak sekitar 2 kilometer. Pada bulan September - saat aku pertama tiba di Jepang pada permulaan Musim Gugur – terlihat banyak pepohonan di taman itu – pepohonan dari jenis yang sama. Tiada bunga – hanya daun-daunnya saja yang nampak mulai meranggas dan berguguran. Aku tidak tahu pohon apa itu. Ketika masuk musim Dingin – taman terlihat semakin meranggas – dengan salju kadang terlihat menempel di batang dan dahan. Taman Yotsuya bersih, terawat dan indah sesungguhnya – namun tiada bunga.

Ketika musim Dingin berakhir – masuk akhir bulan Maret – ketika pada suatu pagi seperti biasa aku melewati taman Yotsuya – aku terpana. Sungguh terpana. Terpapar keindahan yang begitu indah. Keindahan yang sungguh luarbiasa. Keindahan dari bunga bunga Sakura yang mekar bersamaan di seluruh pohon yang ada di taman itu. Dan taman pun langsung berubah total. Menjadi taman yang sungguh indah – sangat indah – dengan bunga Sakura memenuhi seluruh sudut dan penjuru taman. Itulah saat pertama kali aku melihat keindahan bunga Sakura – saat aku tugas belajar di Jepang lebih dari 30 tahun lalu. 



 
Tak heran bunga ini menjadi Bunga Nasional di Jepang. Inilah lambang dari Kegembiraan. Lambang dari Keceriaan. Lambang dari Musim Semi. Namun Sakura adalah juga sekaligus sebuah Metafora dari Kehidupan manusia yang tidak kekal. Kehidupan manusia yang kadang mengalami saat-saat indah. Namun tak pernah lama dan tak pernah kekal – seperti hal nya bunga Sakura yang begitu indah namun hanya mekar selama sepuluh hari hingga dua minggu dalam satu tahun – dan hanya sekali saja dalam setahun.




Bunga Sakura yang aku lihat di Taman Yotsuya itu seluruhnya berwarna merah jambu. Namun ada pula bunga Sakura yang berwarna putih, kuning muda, merah menyala dan bahkan hijau.

Di Tiongkok – bunga Sakura – yang dalam bahasa Mandarin disebut Ying Hua ini sering dipasang dalam bentuk replikanya pada hari-hari seputar Hari Tahun Baru Imlek. Tak heran karena Tahun Baru Imlek sejatinya adalah sebuah Perayaan Musim – Perayaan untuk menyambut tibanya Musim Semi. Dan tentu tidak ada bunga yang lebih tepat menggambarkan dan melambangkan musim Semi ini daripada Ying Hua - bunga Sakura.

Keunikan bunga Sakura adalah bahwa ketika mekar – ia mekar bersamaan – dan mekar hanya dalam waktu yang singkat – sepuluh hari hingga dua minggu dalam setahun – pada akhir bulan Maret hingga awal bulan April saat cuaca mulai menghangat.

Dalam Metafora Kehidupan manusia – mekarnya bunga Sakura melambangkan saat-saat Musim Semi dalam kehidupan manusia – ketika badan muda, kesehatan prima, karir sedang berada di puncak dan mungkin kocek penuh bergelimang harta. Namun – seperti mekarnya bunga Sakura – saat-saat manis dalam kehidupan seperti ini tidaklah berlangsung lama. Sehebat apa pun seorang manusia – dalam kehidupan ini – ia harus melalui proses Lahir, Tumbuh Dewasa, Menua dan Mati. Tidak ada perkecualian dalam hal ini – bagi seorang pengemis atau pun bagi seorang konglomerat.

Orang Jepang – bahkan mengadakan satu perayaan khusus demi menyambut mekarnya bunga Sakura ini. Perayaan ini disebut Hanami dan telah ada sejak Abad ke 8 Masehi. Hanami artinya merenung dan memandang keindahan bunga Sakura. Dalam artian yang lebih dalam – merenung dan memandang keindahan saat -saat dalam kehidupan seperti saat mekarnya bunga Sakura tetapi sekaligus juga merenungi kefanaan kehidupan ini yang berlangsung tak lama dan selalu berubah. Dan sesungguhnya ini adalah juga satu perenungan tentang salah satu ajaran Inti sang BuddhaSabbe Sankhara Anitya - Segala sesuatu yang berkondisi tidaklah kekal. 

Hanami berbeda dengan Picnic dalam budaya Inggris. Picnic lebih menekankan kebersamaan antar keluarga, kerabat atau kelompok dengan mengadakan makan-makan bersama di luar rumah – dan memilih satu tempat yang indah sambil bersama-sama menikmati pemandangan dan bersantai. Jadi artinya lebih ke makan-makan bersama untuk membina hubungan yang lebih dekat sambil menikmati pemandangan suatu tempat dan sekaligus bersantai bersama. Hanami tekanannya lebih ke memandang keindahan bunga Sakura sambil sekaligus melakukan perenungan tentang keindahan, kegembiraan – namun juga kesedihan, kefanaan – makna dari kehidupan itu sendiri. Makan-makan hanya menjadi pelengkap saja.

Sakura Hana. Bunga Sakura. Ia bukan sekedar bunga. Sakura mengingatkan manusia akan adanya dua sisi kehidupan. Ada saat bunga merekah dengan indahnya – tak lama ada saatnya bunga berguguran. Ada kegembiraan, keceriaan – namun juga ada kesedihan. Ada hidup. Ada saatnya mati.

Manusia yang tercerahkan – karenanya – seyogyanya jangan terikat – jangan melekat dalam kehidupan ini. Agar dalam evolusi jiwanya ia berkembang – karena ia mengerti benar fakta tentang sejatinya kehidupan ini.

Sakura Hana. Bunga Sakura. Bunga yang unik. Bunga yang sangat indah. Bunga yang mengingatkan manusia akan kesunyataan hidup - keceriaan, kesedihan, kehidupan dan kematian.

Hanami. Memang seyogyanya manusia dalam hidupnya selalu merenungi dan mengingat bahwa kehidupan – keceriaan dan kegembiraan dalam hidup kadang seperti halnya bunga Sakura yang mekar - berlangsung tak lama. Dengan memahami kehidupan seperti apa adanya – ia akan menjadi kuat – tercerahkan dan mengerti akan kesunyataan kehidupan manusia yang memang fana ini.

Friday, November 19, 2010

02. Teman yang Klik !


Kata 'teman' dalam Bahasa Indonesia seringkali diterjemahkan sebagai 'friend' dalam Bahasa Inggris. Memang tidak ada kata lain. Tetapi - sebenarnya kata 'teman' dan 'friend' itu punya arti yang tidak sama.

Betapa tidak. Kata 'teman' dalam Bahasa Indonesia itu artinya terlalu luas, terlalu umum. Sedang - dalam Bahasa Inggris - aduh jangan main main dengan kata 'friend' ini. Jangan sedikit sedikit mengatakan 'my friend' , 'my friend'. Londo-nya yang ber Bahasa Inggris bisa bingung nantinya - dan juga bisa salah mengerti.

Kata 'teman' dalam Bahasa Indonesia tampaknya hanya berarti 'orang yang dikenal karena suatu hubungan tertentu'. Mungkin begitu kurang lebihnya. Misalnya 'teman sekelas' (karena berada di kelas yang sama), 'teman kuliah' - kebetulan di satu Fakultas atau Jurusan. 'Teman se-kos' - karena kos di tempat yang sama. Demikian juga 'teman sekantor' - karena kerja di kantor yang sama. tapi - kata 'teman' disini tidak secara langsung menunjukkan satu tingkat hubungan yang dekat atau akrab. Dengan kata lain - kata 'teman' tidak selalu dan belum tentu menunjukkan satu hubungan yang dekat.

Sedang kata 'friend' dalam Bahasa Inggris pengertiannya jelas. Kata 'friend' dalam Bahasa Inggris berarti - 'somebody you know well' - 'seseorang yang anda kenal dekat' - baru dia itu dapat disebut 'friend'.

Kalau hanya teman sekelas - lah itu namanya 'classmate'. Teman sekantor? - ya 'colleague' - tapi belum tentu 'friend'. Teman kuliah? - itu 'fellow student'. bahkan teman sekamar - 'room-mate' - tapi belum tentu 'friend'. Kalau kenalan? - ah itu 'acquaintance' bukan 'friend'.

Jadi - hanya seseorang yang kita kenal dekat - dalam Bahasa Inggris bisa disebut 'friend'. Tidak bisa sembarangan aja.

Nah - sekarang - karena kata 'teman' dalam Bahasa Indonesia itu artinya tidak begitu kuat - untuk menunjukkan hubungan dekat antara dua teman - kita harus menambah kata untuk memperjelas. Misalnya - kata 'teman dekat' - atau 'teman akrab'. Cuman anda jangan menyebut 'teman intim' - untuk mengatakan 'teman akrab' - karena konon kata 'intim' ini bisa berkonotasi seksual.

Saya sendiri punya istilah untuk merujuk pada seorang teman - dengan siapa kita punya hubungan yang sangat dekat - dan istilah yang saya pakai adalah 'teman - klik!'.

Lho?? 'Teman-Klik??'.

Ya. 'Teman-Klik'. Klik itu artinya Nyambung. Dan karena Nyambung - lalu menjadi Nyaman. Nyambung dan Nyaman. Teman dengan siapa kita merasa Nyambung dan Nyaman - itulah Teman Klik!


Tidak mudah lho menemukan teman yang klik ini. Kalau kita kebetulan bertemu teman yang klik ini - kita akan dapat terbuka - bisa cerita apa saja. Batas-batas pribadi kadang menjadi sangat cair dan kemudian meleleh. Enak, nyaman, nyambung - dapat saling berbagi dan saling memahami.

Dan cukup susah untuk men-definisikan kapan dua orang teman itu betul-betul dapat menjadi 'teman-klik'. Mungkin ada sesuatu yang tak kasat mata bertemu di sana. Aura-nya sesuai. Getaran kepribadian-nya sama. Sama-sama santai, sama-sama konyol. Nah - bisa 'klik!'.

Lha kalau dua orang teman - sama sama serius, sama-sama tertutup - mana mungkin keduanya jadi 'teman-klik'? Kan - jelas tidak mungkin.

Saya ingat ada seorang Bhikksu Buddha pernah mengatakan satu 'teori' - yang bagi saya menarik. Getaran menarik Getaran. Gelombang menarik Gelombang. Maksudnya - Getaran yang sama, Gelombang yang sama. Kalau gelombang atau getaran-nya sama - terjadi 'klik!'.

Ibarat radio mungkin ya - kalau misalnya gelombang pada radio anda itu FM. Sampai tua ya anda tak akan berhasil menyetel siaran radio Luar Negeri yang bergelombang SW. Demikian juga kalau misalnya anda punya televisi yang ber-antene - antene Mandra. Jangan harap anda akan dapat menonton siaran CNN atau Discovery Channel. Gak bisa dong.

Kembali lagi pada 'Klik'.

Ketika anda menyetel radio anda - dan tepat jatuh pada gelombang yang tepat - tiba tiba anda mendengar satu alunan musik yang terdengar sangat merdu. Klik ! - dan anda pun terhubung dengan satu Stasiun Radio Kesayangan anda. Mengalunlah satu musik yang indah - satu musik yang pas di hati.

Demikian juga apabila satu waktu anda bertemu dengan satu teman yang klik. Bagus itu! Segalanya lalu tiba tiba menjadi enak, menjadi nyambung, menjadi nyaman.

Klik ! Klik ! Klik !


01. The Zen of Tukul Arwana


Empat Mata. Bukan Empat Mata. Tukul Arwana.

Tampil hampir tiap malam di Trans Tivi Tujuh. Berjas. Berdasi. Selebriti.

Apakah ia tampan ? Aaaahh ! Mengapa begitu fenomenal ?

Tentu ada sesuatunya. Yah - memang. Inilah dia.

The Zen of Tukul :

Nyinau ngenyek eleke dhewe
Dipuja disanjung ora mabur
Saya dienyek saya sumeleh *


Yang paling sulit bagi kita adalah menerima kekurangan. Lebih sulit lagi menerima hinaan atau ejekan akibat kekurangan itu. Kita gendut dikatakan ikan buntal. Kita kurus dikatakan ikan layur. Kita pun meradang.

Dua selebriti cantik hingga hari ini pun masih berselisih paham. Apa masalahnya ? Masalahnya - yang satu mengatakan yang lain nggak level. Nggak Level ? Aku nggak level ? Aku ? Dan mereka pun terus saling mencabik.

Demikian juga yang terjadi pada dua selebriti lain lagi - yang inisial namanya sama-sama berakhir dengan P. Sama-sama cantik, sama-sama seksi dan sama-sama mecotot. Karena rebutan peran - dan mungkin memang telah ada perang dingin antar ke duanya sebelumnya - barusan ke duanya terlibat benar-benar dalam satu baku hantam yang sangat seru. Bercakar-cakaran. Berjambak-jambakan.

Kembali ke Laptop . . . . . !

Yah. Kita memang harus belajar dari Tukul. Sang Master Tukul.
Belajar the Zen of Tukul.

Tukul merubah hinaan dan ejekan menjadi guyonan.
Kejelekan diri sendiri malah dijadikan modal.
Sang Aku dikompres total.
Di sini kekuatan seorang Tukul.


Nyinau ngenyek eleke dhewe -
belajar mentertawakan diri sendiri

Dipuja disanjung ora mabur -
dipuja disanjung tidak takabur

Saya dienyek saya sumeleh -
semakin dihina semakin bahagia


Hasilnya . . . ?

Terpanalah kita
Jutaan rupiah sekali penampilan.
Satu iklan berharga milyaran.

The Zen of Tukul.

Master Zen mencapai Pencerahan.
Master Tukul mencapai kemapanan.

The Zen of Tukul.

Seni mentertawakan diri sendiri.
Seni merubah hinaan menjadi kebahagiaan.
Seni merubah ejekan menjadi kebanggaan.

Kebanggaan ditonton jutaan pemirsa tiap malam -
Di cium cewek cantik di setiap penampilan.

The Zen of Tukul Arwana !!


* kutipan dari Ajaran Kawruh Jiwa - Ki Ageng Suryomentaram. Hasil ngintip di tempat seorang teman saya - Gregorius Gesi Raja - seorang siswa Kawruh Jiwa.